Cahaya Itu Ada Dalam Dirimu
kutipan Buku Kedua "Kehidupan Mengajariku."
Setiap manusia terlahir
di dunia dengan tujuan yang ingin diraih dan dicapainya. Entah itu tujuan hidup
ataupun tujuan akhir. Tujuan hidup bagi sebagian manusia adalah tujuan utama
yang mati-matian ingin tercapai dan terwujud. Tetapi bagi umat Islam, tujuan
hidup bukanlah segalanya, karena tujuan hidup manusia hanyalah sementara.
Tujuan yang haqiqi adalah tujuan hidup yang dapat mengantarkan kita pada tujuan
yang haqiqi, tujuan akhir.
Tujuan itulah yang
mengantarkan dan menuntun kita untuk selalu mencari tahu bagaimana caranya dan
hasil seperti apa yang ingin kita dapatkan. Karena sesuatu yang kita tidak
ketahui, harus dipelajari dan dipahami maksud dan artinya. Salah satu caranya
adalah dengan menuntut ilmu.
Ilmu berasal dari kata
“علم- يعلم- علما” yang artinya
mengetahui, lawan kata dari “جهل”yang artinya bodoh.Menuntut
ilmu merupakan ibadah, dan perintah menuntut ilmu tidak dibedakan antara
laki-laki dan perempuan. Hal yang paling di harapkan dari menuntut ilmu ialah
terjadinya perubahan pada diri individu ke arah yang lebih baik yaitu perubahan
tingkah laku, sikap dan perubahan aspek lain yang ada pada setiap individu.
Sehingga dapat mengantarkan kita ke arah tujuan akhir yang haqiqi.
Pentingnya menuntut
ilmu telah disabdakan oleh Rasulullah SAW, terutama bagi umat Islam. Sebegitu
pentingnya ilmu agama sehingga syariat islam mewajibkan setiap muslim untuk
senantiasa belajar dan mencari ilmu sebanyak-banyaknya agar hidupnya senantiasa
diridhoi oleh ALLAH SWT.
Dengan ilmu kita bisa mengetahui mana yang halal dan yang
haram, dengan ilmu kita bisa mengerjakan shalat dengan benar, menjalankan puasa
dengan benar pula serta mampu menyikapi berbagai macam persoalan hidup sesuai Syariat
Islam. Karena seperti yang kita ketahui ditengah perkembangan zaman yang
semakin jahiliyah seperti saat ini, ilmu agama sangat penting untuk
menimbang segala sesuatu yang muncul dihadapan kita. Mereka yang tidak berilmu
malah akan berlaku sebaliknya, yaitu menyelesaikan berbagai macam persoalan
dengan hawa nafsunya.
Dan telah jelas didalam sabda Rasulullah SAW:
مَنْ
أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ
بِالعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالعِلْمِ
"Barang siapa menginginkan persoalan yang
berhubungan dengan dunia, wajiblah ia memiliki ilmunya; dan barang siapa yang
ingin (selamat dan berbahagia) di akhirat, wajiblah ia mengetahui ilmunya pula;
dan barangsiapa yang menginginkan kedua-duanya, wajiblah ia memiliki ilmu
kedua-duanya pula". (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits
inilah, kita harus merenungkan dan mengingat apa tujuan hidup kita nantinya.
Tujuan yang hanya dapat membuat kita bahagia di dunia, atau tujuan yang
memiliki dua kebahagiaan sekaligus, bahagia dunia dan akhirat. Maka dari itu,
kita sebagai umat Islam yang berpegang teguh pada ajaran Kitab Allah SWT dan Hadits
Rasulullah SAW harus selalu menjalankan dan mengamalkannya.
Ada sebuah kutipan inspiratif dari K.H. Hasan Abdullah Sahal dalam bukunyayang
berjudul “Kehidupan Mengajariku II”:
“Ada tiga fase orang menuntut ilmu: Yang pertama adalah Takabbur, sombong karena baru tahu ilmu baru. Yang kedua adalah Tawadhu’, dia sadar ternyata yang tahu ilmu tersebut tidak hanya dia. Yang ketiga adalah dia sadar bahwa La ‘Ilma lahu, ternyata ilmu itu sangat luas, sehingga seakan-akan dia tidak punya ilmu apa-apa.”
Apabila kita tidak memiliki sifat Takabbur, percuma saja belajar dan
menuntut ilmu jika pengetahuan yang dimiliki tidak berkembang atau bahkan
bertambah. Dan apabila sifat Tawadhu’ tidak menyelimuti, maka tidak akan
ada kesadaran bahwa orang lain yang memiliki pengetahuan lebih dalam daripada
kita masih banyak. Dan harus selalu percaya bahwasanya Ilmu dan pengetahuan itu
sangatlah luas, sampai tuapun kita masih harus tetap belajar seakan-akan kita
belum memiliki ilmu sama sekali, La ‘Ilma Lana.
Dari itulah, kita bisa tahu bagaimana pencapaian dari belajar atau menuntut
ilmu. Tidak hanya semata-mata mendengarkan penjelasan Guru didalam kelas atau
membaca buku pengetahuan didalam perpustakaan, tetapi juga harus memiliki
ketiga sifat tersebut. Karena sejatinya, Ilmu adalah milik Allah SWT dan kita
memohon kepadaNya agar didalam pikiran dan hati kita dapat memilikinya.
Bukan hanya menuntut ilmu saja yang kita tekuni dan kita dalami. Akan
tetapi setelah kita mendapatkan ilmu dan pengetahuan, maka kita harus
senantiasa berbagi dan mengajarkan ilmu yang telah kita dapatkan. Agar ilmu
yang kita miliki bermanfaat dan membawa berkah untuk orang lain. Ibarat
genangan air yang hanya didiamkan saja, maka akan terlihat kotor dan menjadi
keruh karena mengendap dan tidak mengalir. Akan tetapi jika air tersebut dialirkan
dan aliran itu tanpa henti, jangankan kotor, keruh saja tidak.“لأن العلمَ
نورٌ” Karena ilmu adalah cahaya. Cahaya yang Allah turunkan untuk hamba-hambaNya
yang memiliki ilmu dan pengetahuan serta tak lupa untuk selalu mengamalkannya
dimanapun dan kapanpun dia berada.
Satu lagi kutipan inspiratif yang harus kita ingat dari K.H. Hasan Abdullah
Sahal dalam bukunya yang berjudul “Kehidupan Mengajariku II”:
“Yang membikin dunia tidak beres adalah ananiyah (egoisme), merasa paling sanggup, paling pintar, terpilih, terbaik dan ter-ter- lainnya.”
Maka dari itu, kita juga harus bisa mengajarkan dan mengamalkan ilmu dan
pengetahuan yang telah kita miliki kepada orang lain. Agar Allah SWT selalu
senantiasa menurunkan dan menambahkan ilmu yang kita miliki. Karena Ilmu sama
dengan harta, semakin banyak digunakan dan dikeluarkan semakin banyak pula yang
kita dapatkan kembali.
Cahaya ilmu dalam diri yang nantinya akan membawa kita pada tujuan akhir. Cahaya inilah yang terpancar dari dalam diri kita. Cahaya yang akan
selalu menerangi gelapnya kebodohan, cahaya yang akan menunjukkan jalan keluar dari pengapnya kesesatan.
“Cahaya inilah yang kita tahu sebagai Ilmu yang bermanfaat”
edited by Anistsabatini