PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada umumnya keunggulan internet atau aspek dari keunggulan internet seperti penggunaannya sebagai media perdagangan, memunculkan kembali persoalan abadi antara hukum dengan teknologi informasi. Dibandingkan dengan hukum dagang biasa (dunia nyata) yang dikembangkan beberapa abad lalu, pertama sebagai jawaban atas perkembangan perdagangan internasional, kemudian perdagangan nasional. Media elektronik baru menuntut reaksi yang cepat terhadap masalah hukum yang muncul secara terus menerus dalam konteks dan yuridiksi yang berbeda.
Titik awal yang biasa digunakan dalam
transaksi apapun adalah informasi atau iklan oleh penanya.cara
mengkomunikasikan penawaran dan penerimaan secara elektronik dapat dilakukan
melalui e-mail dan World Wide Web. Meskipun akses sebagian besar
informasi yang dibutuhkan mungkin dapat tersedia di Web dan perincian
selanjutnya diberikan atas permintaan e-mail, hanya e-mail saja dapat
digunakan untuk menerima.
Tujuan awal nama domain adalah memberikan
alamat yang unik pada komputer yang terhubung dengan jaringan. Penggunaan
pengenal unik (alamat) di internet, terutama oleh perusahaan yang menjual
barang dan jasa telah menimbulkan masalah kompleks pada satu bidang hukum yaitu
masalah merek barang dan jasa. Sumber utama masalah ini adalah bahwa merek yang
bermaksud menggunakan nama domain harus kembali pada merek yang ada, yang
memang terkenal, makin banyak perusahaan dengan merek terkenal telah mengakui
nilai dari pemakaian merek yang sama untuk digunakan sebagai nama domain.
Pengenal tersebut juga mirip dengan nama
dagang, oleh karena itu perusahaan yang mempunyai nama dagang mungkin perlu
menggunakannya sebagai nama domain.
1.
Apa Bentuk Masalah yang Ditimbulkan Oleh Overlap Nama Domain
dengan Merek?
2.
Bagaimana Tanggapan Hukum Terhadap Masalah Tumpang Tindih Merek?
PEMBAHASAN
A.
Nama Domain sebagai Merek Dagang
Internet telah menjelma menjadi miniatur
dunia, mengingat kemampuannya menyediakan bentuk virtual (maya) dari berbagai
hal yang ada di dunia nyata. Dalam perkembangannya, makin banyak orang yang
terhubung ke internet.
Data lembaga riset internet world stats
yang bertautan di daerah Asia yang terdiri dari 35 Negara dan wilayah (termasuk
Indonesia) menyebutkan sampai tahun 2017 jumlah pengguna internet (netter)
dunia mencapai 2.02 miliar atau sekitar 48.1 % dari total populasi dunia.[1]
Bayangkan jika semua atau sebagian netter tersebut berkontribusi pada
pengayaan informasi di dunia maya, sudah pasti kita akan mendapatkan informasi
yang melimpah ruah.
Selain itu, karakteristik internet yang serba
bebas dan terbuka, memberi peluang bagi siapa saja untuk melakukan apa saja di
dunia maya. Tak heran jika arus informasi kini mengalir makin deras. Banyak
pihak yang mengandalkan internet tidak hanya untuk menggali informasi tapi juga
menyebarkan informasi. Bisa kita lihat, dewasa ini semua orang bisa menaruh
apapun di internet untuk kemudian diakses oleh siapa saja.
Hampir semua institusi yang ada di dunia
memiliki situs web dan menjadikannya sebagai etalase informasi. Berbagai
makalah seminar dan artikel-artikel ilmiah juga mudah ditemukan di internet.
Para peneliti banyak yang mempublikasikan dokumentasi penelitian mereka secara online.
Perusahaan-perusahaan penerbitan memajang buku-buku terbitan mereka dan tak
jarang diantaranya menampilkan beberapa halaman baru.[2]
Tidaklah mengejutkan beberapa perusahaan yang
menempatkan situsnya di internet mengambil nama jenis, merek, atau nama dagang
milik entitas lain yang terkenal untuk digunakan sebagai nama domainnya. Saling
bertumpuknya nama domain dengan merek atau nama dagang dan gabungan antara
ketiganya menimbulkan sejumlah masalah, baik yang bersifat konseptual maupun
praktis.
Merek hanya mempunyai pengaruh hukum wilayah tertentu
dimana merek terdaftar atau ditetapkan sendiri walaupun nama domain sebenarnya
berada dalam lingkungan global karena tidak ada batas teritorial yang dapat
ditetapkan atas penggunaannya. Merek yang sama mungkin dimiliki oleh banyak
pemilik walaupun nama domain hanya dapat dimiliki oleh satu entitas. Hal ini
dengan asumsi bahwa hanya satu model pendaftaran yang digunakan atau diterapkan
di seluruh dunia, segera setelah pendaftaran nasional memungkinkan dan
persyaratan untuk berbagai macam pusat atau protokol muncul, maka masalah
tersebut akan mengambil proporsi yang semakin tidak menyenangkan.
Tumpang tindih fungsional antara nama domain dengan merek
menambah keruwetan masalah karena nama domain semakin mengambil peran merek
tanpa melepaskan tujuan awalnya sebagai alamat belaka. Hal ini tanpa
menghiraukan kenyataan bahwa nama domain mulai berubah menjadi merek yang
terdaftar atau bahwa proses sebaliknya dapat berpihak pada nama domain baru
yang berkembang menjadi indikator kualitas barang atau jasa yang ditawarkan online.
Maka menjadi kewajiban bagi sistem merek dagang untuk mengakui bentuk baru penandaan
barang atau jasa dan memberinya status penuh disamping merek offline
atau mengabaikannya dengan risiko tanggung sendiri.[3]
B. Konsep Merek dalam E-Commerce dan Internet
Pada tahap perkembangannya saat ini,
kebanyakan bentuk e-commerce adalah berupa pembelian perangkat keras dan
perangkat lunak komputer, pembelian perangkat lunak lebih banyak daripada
perangkat keras, karena adanya kemungkinan untuk melakukan download perangkat
lunak secara online. Jasa finansial, pendidikan, dan hiburan juga
menjadi bintang utama aktivitas komersial. Mengingat tidak meratanya
perkembangan e-commerce itu sendiri, transaksi peralatan digital menuntut
prioritas di atas item-item yang lain. Seseorang belum dapat berharap bergerak
keluar dari rumusan yang umum dan membuat perincian yang mendalam mengenai
impor hukum e-commerce dalam berbagai keadaan sekarang ini.
Pusat transaksi komersial yang tidak diragukan
lagi adalah adanya kontrak. Goode secara tepat menjelaskan kontrak sebagai
‘dasar tempat dimana hukum komersial berada’.[4]
Hukum lain juga mempengaruhi transaksi komersial dengan cara bagaimanapun juga,
mulai dari hukum properti, kompetisi, dan kerugian sampai dengan hukum
ganti-rugi. Keadaan bangkrut dan hukum perusahaan berdasarkan pada tingkatan ke
berapa mereka berpengaruh pada transaksi.
Bukanlah suatu hal yang aneh apabila hukum
memberikan reaksi terhadap perkembangan teknologi informasi dan menghasilkan
apa yang nampaknya menjadi solusi yang tepat bagi masalah yang ada atau mungkin
tidak ada. Karakter e-commerce berupa kemampuan untuk melintasi batas antar
negara menyebabkan pengaturannya menjadi persoalan kebijakan dan hukum
perdagangan internasional.
Dilansir dari sumber internet “www.statista.com”, jumlah pengguna e-commerce di Indonesia akan mencapai
42,1 juta di tahun 2021 yang berarti merupakan 21,2 dari jumlah penduduk
Indonesia.
Persoalan yang berkaitan dengan sifat dan
substansi hukum dagang yang dapat diterapkan serta persoalan yuridiksi dan
pelaksanaannya yang berkaitan dengan transaksi online perlu dipecahkan secara
memuaskan sesuai keinginan agar media tersebut mendapatkan kepercayaan dan
dapat diterima lebih luas oleh pihak-pihak dari negara yang berbeda.[6]
Ketika e-commerce menggurita, maka gelombangnya
dapat dimanfaatkan, karena dimana ada kerumunan orang, disana ada peluang
bisnis. Adagium ini pun berlaku jika menilik potensi platform e-commerce di
Indonesia. Apalagi situs e-commerce pun cenderung menggandeng pihak ketiga
untuk menawarkan solusi di luar bisnis intinya.
Akan tetapi, masuk ke platform e-commerce juga berarti ada
profit yang harus dibagi. Selain itu, perusahaan berpotensi kehilangan akses ke
pelanggan. Karena itu, Edward Ismawan Chamdai
menyarankan perusahaan melakukan negoisasi dengan situs e-commerce, “Sehingga
ketergantungan terhadap situs tersebut bisa dibatasi, atau paling tidak data
dan komunikasi dengan pihak pelanggan tidak putus,” tambah Edward.[8]
Tujuan nama domain yang telah dipaparkan
adalah untuk memberikan alamat unik pada komputer yang terhubung dengan
jaringan. Dalam bentuk awalnya, alamat ini[9]
berupa rangkaian angka. Sangatlah sulit untuk mengingat rangkaian angka
tersebut sehingga perlu dibuat lambang alphanumerik yang mudah untuk
dihafal, diingat atau disebutkan. Itulah sebabnya mengapa bentuk-bentuk terbaru
nama domain muncul. Pada saat seseorang mengakses sebuh situs dengan
menggunakan nama domain yang diberikan, web browser menerjemahkan nama domain
ini menjadi ekuivalen numerik dan membuka selubung informasi yang ada pada
alamat tersebut.
Sebagaimana yang telah disebutkan, alamat Internet
Protocol yang diberikan kepada organisasi atau perseorangan pada sebuah jaringan
dimulai hanya sebagai locators (file atau sumber daya yang lain). Dan karena
preferensi angka dan huruf digunakan untuk menandai locators semacam itu,
alamat berkembang menjadi nicknames atau mnemonics[10]
untuk alamat tersebut. Fakta bahwa, pada saat yang sama nicknames dapat
mendaftar atau meniru sebagai merek terkenal berarti bahwa nama domain
mempunyai kapasitas untuk merepresentasikan fungsi yang sama dengan merek
perdagangan dan jasa. Meskipun merek pada awalnya merupakan penanda alternatif
untuk mengatasi kesulitan dalam mengingat urutan angka yang panjang, potensinya
untuk menunjukkan sesuatu hubungan dengan jasa atau barang tertentu telah
menciptakan kemungkinan terjadinya tumpang tindih.
Fakta lain yang memperbesar signifikansi nama
domain sebagai merek adalah fakta, bahwa barang terutama ketika merek itu sudah
memiliki nama, yang ditawarkan online, tidak dapat diteliti sebelum
membeli dan akibatnya pembeli seringkali lebih mengandalkan pengalaman yang ia
miliki tentang merek tertentu yang sekarang digunakan sebagai nama domain.
Tingkat kepercayaan dan reputasi yang dimiliki merek dan jenis terkenal di
tengah-tengah konsumen akan menimbulkan preferensi untuk barang dan jasa yang
ditunjukkan oleh nama domain yang meniru jenis atau merek terkenal tersebut.
Oleh karena itu, kemungkinan bahwa nama domain
semakin menjadi penting untuk para pendaftar tidak tergantung pada jenis atau
tempat barang dan jasa yang belum tentu sama dengan kecenderungan yang
berlangsung atau bergeser dari posisi merek yang sudah bertahan lama dimana merek
hanya dihargai ketika digunakan dalam bidang perdagangan dan jenis barang
tertentu dimana barang atau jasa itu dihargai dengan sendirinya.
Dampak nama domain tentu saja tidak terjadi
terhadap semua bentuk merek. Karena sifat dari jaringan online (paling
tidak untuk sementara), satu-satunya bentuk merek yang rentan menimbulkan
kebingungan adalah merek dengan karakteristik audio dan visual. Lagipula,
ketidakmampuan membedakan antara merek-merek sama yang kenyataannya berlainan
di dunia nyata dapat dihindarkan dengan penggunaan huruf kapital, ukuran huruf,
warna atau bahkan desain grafis dan lain-lain, memperburuk dampak sistem nama
domain (DNS) terhadap merek yang memiliki karakteristik visual.[11]
Tarik menarik dalam masalah kerancuan yang melekat pada penggunaan nama domain sebagai bentuk merek yang baru tidak dipahami sampai pada tingkatan yang sama. Misalnya seseorang memberikan alasan kemungkinan segmentasi pasar yang terpengaruh (daerah maya) oleh penggunaan yang bersamaan dan memberikan pengakuan yang demikian dalam proses pendaftaran. Seperti halnya Kantor Pencatatan Merek Dagang yang mempunyai merek yang telah terdaftar dengan batasan geografis, maka ia hanya mendaftarkan merek dengan batasan yang sebenarnya.[12]
KESIMPULAN
Dari pembahasan dan penjelasan diatas, penulis
dapat menarik kesimpulan dari rumusan masalah yang telah dipaparkan:
1.
Bentuk masalah yang ditimbulkan oleh overlap[13]
nama domain dengan merek adalah penggunaan nama domain yang semakin meningkat,
pengakuan nama domain yang sah tidak hanya mengantarkan dalam suatu aspek baru
perlindungan tanda dan simbol yang melambangkan barang dan jasa tetapi
mendorong ke arah transformasi sifat dan ruang lingkup merek sekarang.
2.
Tanggapan hukum terhadap masalah tumpang tindih merek berupa penerapan
Undang-Undang seperti dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun
2012 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, guna menghasilkan beberapa keputusan, hampir semua keputusan yang
diambil menghilangkan hak apapun dari pendaftar nama domain, terlepas dari
tujuannya sepanjang nama domain didahului oleh merek terkenal.
[1] Internet World Stats, Internet Usage in ASIA, diakses dari https://www.internetworldstats.com/stats3.htm, pada tanggal 30 Maret 2018 pukul 19:30
[3] Assafa Endeshaw, Hukum E-Commerce dan Internet dengan Fokus di Asia
Pasifik, Terjamahan dari Internet and E-Commerce Law: with a focus on
Asia-Pasific, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007), hlm. 346-347
[8] Wisnu Nugroho, “Ketika E-commerce Menggurita”, Info Komputer,
Edisi Juli #07, (Jakarta: Kompas Gramedia. 2017), hlm. 36
[12] Dan L. Burk, “Trademark Doctrine for Global Electronic Commerce’, 49 South
Carolina Law Review, Summer 1998, hlm. 699
[13] Sebuah kondisi
dimana kedua klep intake dan out berada dalam possisi sedikit terbuka pada
akhir langkah buang hingga awal langkah hisap
No comments:
Post a Comment